Senin, 08 Desember 2008

One Part of my Novel

this is one part of my novel. hopefully you will like it.


REFLEKKU YANG HIDUP

“Bandung kota band. Disana tempat para musisi. Setiap kota pasti punya band-band hebat, tetapi Bandung layak dikedepankan kalau masalah musik. Bandung seperti kawah candradimuka band-band besar. Banyak sekali band-band yang berasal dari kota ini. Apalagi band Indie, mereka sudah mendapat tempat tersendiri. Inilah tempat band-band Indie saling adu jurus, adu skill dan unjuk kebolehan.”

“Kalau lu anak band lu mesti nyobain main di kota ini. panjang lebar mas Dyo njelasin tentang Bandung yang sepertinya benar-benar indah musiknya. Bukan hanya tempatnya ang asik, tapi juga mode dan yang terpenting musik. Musik yang menyatukan.”

Musik from heart adalah jiwa. Jiwa yang disatukan lewat satu kata, musik. Jiwa yang menyatukan aku, Doni dan Marcell dalam satu bentuk. Itulah musik bahasa Universal manusia. Ledwig Van Bethoven seorang yang bisu dan tuli membuat karya musik yang melegenda. Musik dari hati, kadang tidak memerlukan telinga untuk mendengarkan musik.

“Di Bandung banyak Ideologi musik yang berbeda-beda. Mulai pop, rock, punk, jazz dan lain-lain. Disana para musisi banyak bermunculan. Menjamur setiap saat, selalu berkembang dan tak pernah berhenti. Inilah kota musik paling berkembang saat ini.”

Musik from heart, musik yang terindah. Nada-nada yang meresap di jiwa. Kejujuran hati yang disalurkan oleh musik. Inilah musik yang seharusnya kita bikin.

Entah apa hubungan musik dan Bandung. Tapi dari banyaknya penguraian mas Dyo akumenyimpulkan dua hal. Satu-satunya musik yang bisa bertahan sepanjang masa adalah musik global yang menyentuh atau aku mengistilahkanya musik dari hati. Dan satu lagi, saat ini Bandung menjadi surga bagi Band, baik mayor atau Indie.

Dunia musik dunia yang luas. Pelangi yang terurai dan tercampur tidak hanya tujuh warna tetapi bergradasi. Dan itu tidak bisa di deskripsikan secara kaku. Dunia musik juga berhubungan dengan dunia lain. Dan mereka tidak bisa dipisahkan.

Begitu juga manusia menyukai sesuatu, dan mereka berbeda-beda. Manusia yang berbeda memiliki hati yang berbeda. Musik adalah hati itu sendiri atau setidaknya pencerminanya. Manusia yang berbeda, hati yang berbeda, menghasilakan musik yang berbeda.

Kami memutuskan aliran band kami adalah rock modern. Walau tidak menutup kemungkinan kami memainkan jenis musik yang lain. Tetapi inti yang kami pilih adalah rock modern. Kami ( aku, Doni dan Marcell ) adalah pribadi yang berbeda. Orang-orang yang berbeda disatukan dalam satu kata musik. Hati dan musik. Musik yang mengartikan hati kami. Semangat anak muda, kecepatan perubahan nada, dinamis dan sedikit liar. Ya, sedikit liar.

Sedikit liar dengan sebuah pola-pola nada yang ganjil. Nada yang menghentak sebagian besar. Tetapi kadang nada yang hadir berubah drastis menjadi pelan tetapi tidak kehilangan beatnya, jiwa yang bergerak cepat. Nada-nadayang sebagian besar tidak teratur karena kami bosan dengan keteraturan. Rock adalah salah satu Gradasi dunia musik.

Surabaya adalah salah satu pusat musik rock yang ada di Indonesia. Sama seperti Bandung dan Jakarta adalah pusat musik di Indonesia. Surabaya punya banyak sekali musisi berbakat. Tetapi untuk rock sepertinya ini adalah salah satu yang terbaik. Mungkin ini juga pengaruh kultur masyarakat Surabaya yang cenderung keras.

“Mengapa ya mereka kadang gak mengerti kita? Mereka menganggap suatu yang berbeda sangat tidak lazim.”

“Maksudmu Cell?”

“Orang-orang diluar sana yang selalu saja menganggap rock keras dan kasar. Padahal kan rock tuh ada sisi romantisnya juga.”

“Haa…..”

Saat salah satu dari kami mengeluarkan pernyataan yang aneh berarti akan terjadi sebuah percakapan yang asyik. Kadang hal ini berlangsung selama berjam-jam. Kadang hal itu sangat inspiratif atau lebih banyak pembicaraan seperti itu hanya menghasilkan samapah. Ya, sampah. Kami menyebutnya begitu karena memang tidak ada gunanya.

“Romantis? Mengapa romantis?”

“Some day I heard a very romantic music. Do you know? I cried when I heard that. Guns n Roses, November Rain.”

“Cell jangan pakai bahasa Inggris dong.” Protes Doni.

“I don’t know why I cried. But, itu terjadi begitu saja. Saat aku pertama kali melihat video klipnya tiba-tiba saja air mataku turun. Aku tidak rela saat melihat apa yang terjadi di klip itu. Air mataku turun begitu saja. Mereka sedih banget.”

“Cengeng banget sih lu!” Doni sepertinya sedang menggoda Marcell.

“Itu tangisan cowok Don.”

“Apa bedanya coba.”

“Saat itu kan aku masih kecil.”

“Dasar cengeng.”

“Sialan lu! ( Marcell tersenyum ) gue tuh nangis gak karena cengeng. Itu tuh tangisan cowok gue gak rela apa yang tejadi di lagu itu, bagiku itu tuh menyentuh banget. Rocker kan juga punya hati.”

“Bull-shit, cengeng ya cengeng aja. Rumit banget sampai dibedakan tangisan cowok segala.” Doni terus saja menggoda Marcell yang mulai agak terpancing emosinya. Sekarang dia sendiri yang menggunakan kosakata bahasa Inggris. Tapi kalau Doni kosakatanya cenderung ke arah-arah itu saja, kosakata yang artinya kasar. Marcell sepertinya juga belum mau menyerah karena perkataanya disalah mengerti walau dia tahu Doni hanya menggodanya.

“ Itu tuh yang aku suka dari kamu. Kamu gak rumit tapi masih mau ngerti orang-orang rumit kayak gue.”

“Terusin cerita lu dong. Gue belum mudeng ama tangisan cengeng versi cowok itu.”

“Hahaha…..Lu tertarik ya? Aku gak nyangka?”

“Bukanya gue tertarik, tapi gue gak suka jika ada suasana sepi. Kalo lu gak ngomong kan suasana sepi tuh.” Doni sok Jaim dan tetap menggoda Marcell.

“Guns n Roses senjata dan mawar. Senjata identik dengan kaum cowok, tetapi mawar kan identik sama cewek jadi sebenarnya dari seorang rocker masih ada sisi lembut yang digambarkan dengan mawar. Seperti itu aku kira arti guns n roses.”

“ Jadi seperti itu ya. Bukanya dari sisi cowok ada sisi feminin alias banci.”

“ Sialan lu!” Dan sebuah bantal melayang menuju wajah Doni.

“ Lha kan lu ndiri yang ngomong.” Kemudian terjadi adu pertarungan bantal antar keduanya.

Setelah mereka sama-sama lelah akhirnya mereka berhenti sendiri.“Terusin-terusin Cell!” Doni terus menggoda.

“Nggak ah!!!”

Jeda yang agak lama, Marcell yang masih agak kesal, Doni yang menahan tawa dan aku yang tetap memainkan gitar walau apapun yang terjadi. Tetapi gak berapa lama Marcell meneruskan mengemukakan alasanya. Marcell memang kuat, dia tidak akan berhenti menjelaskan sampai orang lain menerima sesuai keinginanya atau sampai dia benar-benar sudah menyampaikan semua.

“Dan setelah itu gue bener-bener menyukai musik rock. Aku menemukan diriku disini. Rock terdapat pemberontakan, terdapat protes-protes sosial, terdapat sesuatu yang bergerak cepat dan mereka menentukan diri mereka sendiri. Aku gak Cuma nemuin musik yang keras tetapi aku juga menemukan sisi romantis yang cowok banget.”

“Aku suka rock. Mereka punya karakter yang aku suka. Keras dan tidak cengeng.”

“Gue suka pendapat loe. Rock yang gak cengeng.” Doni menimpali. “Itu juga diri gue. Gue hidup di dunia yang keras.Gue juga cocok dengan musik rock karena musik dengan tempo yang cepat buat Adrenalin gue bergerak cepat. Dengan dengerin musik rock gue bisa ngilangin rasa takut dan lemah pada diri gue.”

“Heh, lu Mistikus kenapa lu suka musik rock.”

“Gak tahu.”

Mistikus-------

Itu adalah nama baru yang diberikan teman-temanku. Mistikus yang linglung. Semua berupa, mistikus.

Entah kenapa nama itu diberikan teman-teman kepadaku. Mungkin karena aku kadang pendiam banget. Atau karena aku kadang melankolis banget. Yang pasti bukan karena aku rajin sembahyang. Aku bukan seorang yang taat beragama. Aku gak suka ikut dalam acara-acara keagamaan. Tapi aku gak parah-parah amat jika bandinganya sama Marcell dan Doni.

Nama itu pertama keluar dari mulut Doni yang usil. Penyebabnya sih sepele. Saat itu aku, Doni dan Marcell sedang menonton TV bareng. Dan saat itu ada yang menarik perhatianku.

Aku melihat malaikat malam

Sang cinta tanpa kata

Hidup tertawa menatap malam

“Apaan sih ini. remote-remote.” Teriak Doni.

“Tunggu!” teriakku agak keras.

Doni dan Marcell mlongo

Mistikus sang pencari malam

Malam yang kelam dan hitam

Jiwa mistikus memberontak

Terhadap apa

Tak ada nyawa

Tak ada kata

Terhadap apa

Tak pernah terjawab. Tanya ?

Terdengar suara alunan piano. Piano yang dimainkan seorang cewek bertopeng putih, dengan gaun berwarna putih dengan latar yang hitam. Orkestra malam seorang manusia yang digambarkan seperti malaikat penolong tetapi dia kehilangan arah dan mencoba mencari jawab. Ternyata itu adalah akhir dari sebuah pementasan drama yang diiringi pertunjukan puisi dan orkestra. Sayang aku hanya melihat akhirnya. Tetapi aku begitu sedih melihat cewek pemin piano yang sepertinya terluka. Hatiku berkata itu nyata dia sedang terluka. Aku tak mengerti dengan diriku.

Drama orkestra : Cinta adalah Matahari

By Mistikus Malam

Entah siapa mistikus malam. Tapi kayaknya itu adalah julukan dari stradara atau penulisnya.

Kulihat Doni dan Marcell berbisik-bisik sambil ketawa-ketawa…..

“Ga ngapain sih lu?”

“Ngapain kenapa?” aku balas bertanya.

“Terpana kayak gitu.”

“Aku baru sadar jika mataku tidak pernah lepas dari televisi.”

“Gak tahu….”

Banyak hal yang terjadi padaku. Banyak hal yang aku gak bisa jelasin. Seperti saat ini, aku terpana di depan layar televisi… “Gak tahu…..”….Sekarang seperti nama tengahku. Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri. Aku punya sesuatu dalam diriku, refleku hidup dan kadang tidak bisa kukontrol.

Kamu pasti tidak akn pernah percaya dengan itu. Aku punya reflek yang kadang exis tanpa bisa di cegah. Bukan refleks yang seperti atlet karena sudah terbiasa dengan latihan-latihan otot mereka. Bukan pula refleks seperti orang-orang yang mendapatkan impuls yang mengejutkan. Mungkin itu salah satunya. Dia tidak dapat kumengerti. Aku namakan dia X. sebuah simbol dalam matematik untuk sesuatu yang tidak dapat didefinisikan, atau faktor-faktor yang diketahui ada tetapi tidak dapat dituliskan secara nyata.

Suatu ketika sehabis olahraga aku berjalan dengan goyah. Tingkat kontrolku terhadap diri sendiri sangat tipis. Tiba-tiba saja saat melewati sebuah jalan aku menghindar.

“Aduh!” di tempat yang sama dengan saat aku menghindar tadi seorang temanku menginjak pecahan kaca. Refleku menghindar secara ajaib dan dia sadar saat aku tidak sadar. Dia hidup.

Dan lagi-lagi ini terjadi setelah ibuku meninggal. Sepertinya duniaku tidak dimulai setelah aku lahir, itu dunia yang lain. Duniaku dimulai setelah ibuku meninggal. …..Reborn…..

”Siapa sih orang gila yang menyebut dirinya mistikus malam ini.” Doni jengkel tetapi tetap menatap tayangan tv yang telah usai. Hanya tinggal nama-nama yang terus berjalan keatas.

Kurasakan X terusik. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. X hadir pada saat-saat yang tidak kumengerti.

“Apa sih lu Don!!!” aku membentak Doni.

Doni kaget, Marcell kaget, aku sendiri juga kaget. Namun kali ini X yang berkuasa. Aku mencoba exsis tapi tidak bisa. Ini seperti sebuah mimpi dan aku tidak punya kekuatan untuk bangun dari mimpi.

“Apa maksudmu!” Doni menggebrak meja. Naluri cowoknya juga tidak bisa berkompromi. Doni yang terbiasa hidup di jalanan, terbiasa menyelesaikan masalah dengan emosi. Dan sekarang aku membentaknya tanpa sebab. Walau bukan aku tapi X.

Dan sejak itu aku mendapat panggilan mistikus dari Marcell dan Doni.

”Cell bukannya Gun’s n roses tuh gabungan dari LA Guns dan bandnya Travis. Jadi aku gak melihat kalau nama Guns n roses tuh berarti di dalam kekerasan ada jiwa lembutnya. Bisa aja karena namannya sudah diambil gitu saja dari nama Guns dari LA Guns dan rose dari nama pendirinya Axl rose.” Aku mempertanyakan pendeskripsian Marcell yang tidak melihat sesuatu dibaliknya terlebih dulu dan asal comot aja.

”Mungkin juga, tapi kan setiap orang punya versinya sendiri kalau mengartikan sesuatu. Dan kesan yang kutangkap seperti itu jadi bagiku artinya seperti itu.”

”Kenapa?” Aku gak mencoba mempersalahkan Marcell tapi biasanya dia punya alasan kalau melakukan sesuatu, itu yang aku pertanyakan.

”Nama bagiku tuh seperti barang seni yang punya genre abstrak. Setiap orang bisa mengartikannya berbeda.”

”Lho tapi kan arti yang ingin disampaikan pembuat nama belum tentu seperti itu?”

”Aku kan sudah bilang nama tuh seperti barang seni yang bersifat asbstrak. Nama bukan sesuatu yang matematis. Jika dalam perhitungan matematika kita ngerjain soal kita pasti mendapat jawaban yang sama bila kita benar. Tapi barang seni kan bukan matematika. Jadi kita tidak harus memperoleh jawaban yang sama. Bila seseorang mengartikan seni secara berbeda bukankah disitu kerennya. Bayangin aja bila semua orang harus mengartikan seni seperti yang pembuatnya maksud. Itu seperti satu ditambah satu sama dengan dua. Ngebosenin banget kan kalau kita harus seperti itu, gak ada perbedaan gak ada variasi semuanya sama, bosen.”

”Terus setiap orang berhak mengartikan nama seenaknya dong.”

”Tentu aja itu kan hak setiap orang untuk berbeda.”

”Tapi jika seperti itu kan terlalu banyak pendirian terus mana yang benar?”

”He ini kan bukan ulangan matematika, permasalahan bukan pada benar dan salah. Disini kita sudah jauh dari konsep benar dan salah. Ini tentang menghargai perbedaan sebagai sesuatu yang indah. Sulit ya mahamin ini?”

”Iya,” Marcell seperti melihat sinar kebingungan dimataku. Aku bingung sementara Doni diam saja hehehe. Marcell memang membawa konsep aneh dikepalanya. Tapi setelah sekian lama konsep ini menjadi salah satu dasar band kami kebebasan.

I can see everything clearly now. I do analyse everytime because brain has its main function to analyse.

The Decicion

It's really hard to make a decision. But today I decide to do everything important. I keep what I need and trhow away useless thing.